Minggu, 13 November 2016


Kenapa mesjid, aira?
Sepertinya tak ada hal yang dapat membahagiakan hari-harinya. Setiap melihatnya pasti  bibirnya  cembrut, ia jarang sekali tersenyum, raut wajahnya kusut, pandangan matanya sinis, setiap bertemu dengan orang lain, sekalipun ia mengenalnya, sangat sulit ia sapa. Enggan basa-basi layaknya perempuan ramah. Dini namanya.
Siangnya, Sinar mentari sangat menyerang setiap kepala membuat mereka mengerutkan kelopak matanya, terompet klakson diparkiran lagi-lagi memenuhi telingaku, hilir mudik mahasisiwa menambah bising kepalaku, ya. kuputuskan nongkrong  di kantin saja.
“Kemana aira?”
“ Kesini din,ke mesjid”.
Jawabnya sambil jalan setengah lari, matanya tanpa melirikku. Entah kenapa dahiku mengerut seketika, dan berpikir sejenak.
   aneh anak itu disaat sibuk seperti ini saja masih pergi ke mesjid”.
Esok harinya, hari rabu, pagi itu aku terbangun dengan guyuran air ember dan semprotan ceramahan,  hadiah menyeramkan  dari bapakku. kubuka perlahan kelopak mataku dan kuusap muka yang sudah basah kuyup itu. Dan akhirnya aku kesiangan ngampus, ini gara-gara semalaman gadang sama teman, ternyata pintu kelas sudah ditutup oleh penguasa yang tak lagi menerima mahasiswa lena.

” Tak apa, seperti biasa ke kantin saja.”
Ujarnya tanpa rasa sedikitpun bersalah. Ia berjalan dengan wajah cembrut  seperti biasanya, tiba-tiba ia terpeleset di depan orang banyak, sampai di mereka ketawa ngakak.
“Ah, dasar rabu sial”.
Katanya, sambil melanjutkan jalannya dan menendang aqua kosong yang berada di depan sepatunya. Tanpa terkira aqua itu terdampar  diteras mesjid. Dan kulihat wanita berhijab dengan wajah bersinar, matanya sejernih embun, pribadinya anggun dan  ramah, membuat   hati kita terbawa  tenang, dan itu khumaira ternyata. Ia sedang duduk diteras sambil memakai sepatu, ia tersenyum tulus,  dan menyimpan aqua itu ke tempat sampah.
***
 Tuhan, inikah jawabannya, bila kutak menemui rumah-Mu?.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar